Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan
puncak dan penutup wahyu Allah
yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana
yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.
Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang
menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri dan pada kenyataannya kita bisa
melihat bahwa satu-satunya kitab suci yang mudah dipelajari bahkan sampai
dihafal oleh beribu-ribu umat Islam. .
Penurunan Al-Qur'an
Al-Qur'an
tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun
2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2
periode, yaitu periode Mekkah
dan periode Madinah. Periode
Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan
surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan
periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan
surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan
(pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini
selesai dilakukan pada zaman khalifah
Utsman bin Affan.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah
SAW
Pada
masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang
ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.
Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak
diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma,
lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang
belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung
menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur
Rasyidin
Pada
masa kekhalifahan Abu
Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal
dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya
beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab
yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta
kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu
tersebar di antara para sahabat.
Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit
sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut
selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar.
Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut
berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang
oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada
masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan,
terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan
oleh adanya perbedaan dialek
(lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf
standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis
penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah
cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan
standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan
diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil
mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa
depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip
hadist riwayat Ibnu
Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
“
|
Suwaid bin
Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang
Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al
Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu
tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka
mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir
menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab,
'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi
lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat
baik'."
|
”
|
Menurut
Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan
ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para
sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk
meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin
Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said
bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka
agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid
dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish
karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan
lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu
ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah
(mushaf al-Imam).